Jumat, 20 Januari 2012

AKTUALISASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS MADRASAH

AKTUALISASI MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS MADRASAH (MPMBM)
 (Studi Di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wakan
Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur NTB)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Kontek Penelitian
Perkembangan ilmu pengetahuan sangat ditentukan oleh perkembangan dunia pendidikan, dimana dunia pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam menentukan arah maju mundurnya kualitas pendidikan. Hal ini bisa di rasakan ketika sebuah lembaga pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar bagus, maka dapat di lihat kualitasnya. Berbeda dengan lembaga pendidikan yang melaksankan pendidikan hanya dengan sekedarnya maka hasilnyapun biasa-biasa saja.
Pendidikan merupakan kunci kemajuan, semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu masyarakat/bangsa, maka akan diikuti dengan semakin baiknya kualitas masyarakat/bangsa tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU.SPN. No. 20  Tahun 2003 : 3)
Pelaksanaan pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan setidaknya mampu mencapai makna dari pendidikan diatas walaupun memang tidak mudah untuk mencapai semua komponen yang tercantum dalam UU Sisdiknas tersebut, akan tetapi baik lembaga formal maupun nonformal setidaknya bisa memberikan kontribusi untuk mewujudkan peserta didik yang mempunyai kualitas yang di harapkan.
Edward Salis dalam bukunya Total Quality Manajemen In Education menyebutkan, kondisi yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan dapat berasal dari berbagai macam sumber, yaitu miskinnya perencanaan kurikulum, ketidak cocokan pengelolaan gedung, lingkungan kerja yang kurang kondusif, ketidak sesuaian sistem dan prosedur (manajemen) tidak cukupnya jam pelajaran, kurangnya sumber daya dan pengembangan staff. Sedangkan Syarifuddin (2002), menyebutkan mutu pendidikan kita rendah terletak pada unsur-unsur dari sistem pendidikan kita sendiri, yakni paling tidak pada faktor kurikulum, sumber daya ketenagaan, sarana dan fasilitas, manajemen madrasah, pembiayaan pendidikan dan kepemimpinan merupakan faktor  yang perlu dicermati. Disamping itu, faktor eksternal berupa partisipasi politik rendah, ekonomi tidak berpihak terhadap pendidikan, sosial budaya, rendahnya pemanfaatan sains dan tehnologi, juga mempengaruhi mutu pendidikan. Seringkali kita menyalahkan bahwa lulusan atau output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini, terlebih output yang dihasilkan dari madrasah tidak siap untuk memasuki dunia kerja, hal tersebut bukan kesalahan peserta didik atau pendidik yang mengajarkan pengetahuan, karena mereka hanya pelaku dari program yang telah ditetapkan atasan, walaupun sebagian dari mereka yang berhasil tetapi kebanyakan mutu pendidikan didaerah lain jauh tertinggal dari peradaban manusia
Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga indikator yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Faktor pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education production function atau input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-sentralistik sehingga menempatkan madrasah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sekolah lebih merupakan subordinasi dari birokrasi diatasnya sehingga mereka kehilangan kemandirian, keluwesan, motivasi, kreativitas/inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Faktor ketiga, peran serta warga madrasah khususnya guru dan peran serta masyarakat, orang tua siswa pada umumnya, dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di madrasah sangat tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak berubah, maka tidak akan terjadi perubahan di madrasah tersebut. Partisipasi masyarakat selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-dukungan lain seperti pemikiran, moral, dan barang/jasa kurang diperhatikan. Akuntabilitas madrasah terhadap masyarakat juga lemah. Madrasah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orangtua siswa, sebagai salah satu unsur utama yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder) (Artikel pendidikan, konsep dasar MPMBS, www.dikdasmen.depdiknas.go.id, : 1-2)
Sedangakan menurut Salis (2003 : 496) dalam buku Manajemen teori, praktek dan riset, menyebutkan sebagian besar rendahnya mutu disebabkan oleh buruknya Manajemen dan kebijakan pendidikan. Warga madrasah hanyalah pelaksana belaka dari kebijakan yang telah ditetapkan atasannya, pendapat Salis ini mendukung pendapat Juram, salah seorang Begawan mutu dunia. Juram berpendapat bahwa masalah mutu 85% ditentukan oleh manajemennya, sisanya oleh faktor lainnya.
Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas yang ringan, karena tidak hanya berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang sangat rumit dan kompleks, baik yang menyangkut perencanaan, pendanaan, maupun efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan sistem madrasah. Peningkatan kualitas pendidikan juga menuntut manajemen  pendidikan yang lebih baik. (Mulyasa, 2004 : 21)
Lemahnya manajemen  pendidikan memberi dampak terhadap efisiensi internal pendidikan dari sejumlah perserta didik yang putus sekolah atau tinggal kelas.
Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan kontribusi serta sarana dalam membangun watak bangsa (nation character building). Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian.
Dewasa ini, manajemen  pendidikan di Indonesia mengenal dua mekanisme pengaturan yaitu sistem sentralisasi dan desentralisasi, dalam sistem sistem sentralisasi segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah pusat. Sementara desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Yang perlu ditegaskan bahwa implikasi desentralisasi manajemen pendidikan adalah kewenangan yang lebih besar diberikan kepada kabupaten dan kota untuk mengolah pendidikan sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya
Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah merupakan model Manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada madrasah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada madrasah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga madrasah (guru, siswa, kepala madrasah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu madrasah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Artikel Pendidikan, : 3)
Ketentuan otonomi daerah yang dilandasi undang-undang no 22 dan 25 tahun 1999, dan direvisi menjadi UU RI no. 32 tahun 2004 dan UU RI tahun 33 tahun 2004, telah membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk penyelenggaraan pendidikan, bila sebelumnya manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat, dengan berlakunya undang-undang tersebut, kewenangan tersebut dialihkan kepemerintah kota dan kabupaten. Sehubungan dengan itu, Sidi (2000) menyebutkan dalam buku manajemen berbasis sekolah ada empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu dikonstruksi dalam rangka otonomi daerah, berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan pendidikan, serta relevansi pendidikan dan pemerataan pelayaan pendidikan sebagai berikut:
Pertama, upaya peningkatan mutu pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standart kompetensi pendidikan, yaitu melalui consensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat.
Kedua, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan mengarah pada penggelolaan pendidikan berbasis madrasah dengan memberi kepercayaan yang lebih luas kepada madrasah untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia bagi tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
Ketiga, peningkatan relevansi pendidikan mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat.
Keempat, pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. (Mulyasa, 2004 : 6-7)
Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada madrasah merupakan kepedulian permerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di madrasah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan sebagai komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan serta sistem yang ada dimadrasah
Dalam kerangka inilah manajemen  peningkatan mutu berbasis madrasah tampil sebagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui (1). Peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif madrasah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia; (2). Meningkatkan kepedulian warga madrasah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama; (3). Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan (4). meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Maka penulis mengangkat Tesis  yang berjudul “Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah Di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wakan Kecamatan Jero Waru Kabupaten Lombok Timur NTB”, dengan harapan mampu menjawab keterpurukan pendidikan kita saat sekarang dan membawa pendidikan kita kelevel yang lebih baik.
1.2.    Fokus  Penelitian
Peningkatan mutu pendidikan merupakan masalah yang mendasar dan urgen dalam dunia pendidikan, pembahasan masalah peningkatan mutu sangat kompleks sekali, maka dari itu untuk lebih mensistematiskan pembahasan masalah ini tidak melebar terlalu jauh dari sasaran sehingga akan memudahkan pembahasan dan penyusunan laporan penelitian ini. Adapun ruang lingkup pembahasan pada penelitian ini adalah bagaimana aktualisasi Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wakan Kecamatan Jero Waru Kabupaten Lombok Timur  yang meliputi tentang proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah, serta apa faktor pendukung dan penghambat dalam mengaktualisasikan Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wakan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Adapun dalam pembahasan apabila ada permasalahan diluar tersebut di atas maka sifatnya hanyalah sebagai penyempurna sehingga pembahasan ini sampai pada sasaran yang dituju.
Berdasarkan uraian diatas penulis formulasikan dalam fokus masalah sebagai berikut:
1  Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wakan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur
2.    faktor pendukung dan penghambat dalam mengaktualisasikan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madsarah di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wakan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur
1.3.     Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada dua permasalaan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:
1.    Mendiskripsikan Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wakan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur
2.    Mendiskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam mengaktualisasikan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wathan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Adapun secara detail kegunaan tersebut diantaranya untuk:
1.    Lembaga Pendidikan
Memberikan kontribusi pemikiran atas konsep Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah guna untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan yang lebih baik. Serta memberi masukan kepada lembaga pendidikan untuk dijadikan pertimbangan dalam pelaksaan proses kegiatan belajar mengajar atau lebih mudahnya untuk mendapatkan kualitas yang kita harapkan.
2.    Bagi Kepala Madrasah
Dapat digunakan sebagai bantuan untuk memaksimalisasikan aktualisasi Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah di madrasahnya.
3.    Pengembangan Khazanah Keilmuan
Dapat memberikan informasi dari aktualisasi Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah yang telah dilaksanakan dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya
4.    Bagi Peneliti
Memberikan tambahan khazanah pemikiran baru berkaitan dengan Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah pada lembaga pendidikan untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita pendidikan.
1.5.    Definisi Operasional
Dalam pembahasan Tesis ini agar lebih terfokus pada permasalahan yang akan dibahas, sekaligus menghindari terjadinya presepsi lain mengenai istilah-istilah yang ada, maka perlu adanya penjelasan mengenai definisi istilah dan batasan-batasannya
Adapun definisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan judul dalam penulisan Tesis ini adalah sebagai berikut:
1.    Aktualisasi adalah pengaktualan, perwujudan, perealisasian, pelaksanaan, penyadaran. Jadi yang dimaksud dengan aktualisasi dalam penelitian ini bagaimana pengaktualan, perwujudan, perealisasian, dan pelaksanaan (Kamisa, 1997 : 23) Manajemen penigkatan mutu berbasis madrasah di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wathan Kecamatan Jero Waru .
2.    Manajemen  adalah suatu proses kerja sama yang sistematik, sitemik dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan. Dan atau kegiatan-kegiatan untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan pokok yang telah ditentukan dengan menggunakan orang-orang sebagai pelaksana
3.    Mutu Pendidikan, secara umum mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuan dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan, sedang dalam konteks pendidikan mutu meliputi input, proses, dan out put pendidikan. (Artikel Pendidikan, Konsep Dasar MPMBS, www.dikdasmen.depdiknas.go.id, hal
4.    Berbasis madrasah, suatu konsep yang menawarkan otonomi pada madrasah untuk menentukan kebijakan madrasah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginanan masyarakat serta menjalin kerja sama yang erat antara madrasah, masyarakat dan pemerintah
5.    Manajemen penigkatan mutu berbasis madrasah, dalam konteks penelitan ini istilah Manajemen penigkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS)  menjadi  Manajemen penigkatan mutu berbasis madrasah (MPMBM) karena untuk menyesuaikan dengan obyek penelitian, yaitu lembaga pendidikan Islam (madrasah).
Adapun definisi MPMBM dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada madrasah, memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada madrasah untuk mengelola sumberdaya madrasah, dan mendorong madrasah meningkatkan partisipasi warga madrasah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu madrasah atau untuk mencapai tujuan mutu madrasah dalam kerangka pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBM= otonomi madrasah + fleksibilitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu madrasah. (Artikel Pendidikan, : 10)
Dari definisi di atas penulis bermaksud meneliti bagaimana Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah dapat meningkatkan mutu pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan di Madrasah Aliyah Nahdlatul Wathan Wathan Kecamatan Jerowaru, yang mana ini dapat dilihat dari beberapa faktor yang menjadi pendukung dalam peningkatan mutu berbasis madrasah, karena dengan diberlakukannya UU no 22 dan 25 tahun 1999, dan direvisi menjadi UU no 32 dan 33 tahun 2004, madrasah diberi hak otonom untuk mengelola dan mendesain madrasahnya untuk mencapai mutu dan kualitas pendidikan yang diharapkan.
1.6.    Sistematika Pembahasan
Secara garis besartesis ini terdiri dari tiga bagian; muka isi, dan akhir. Bagian muka menyantumkan; halaman Judul tesis, Nota Pembimbing, Pengesahan, Motto, Persembahan, kata pengantar, Absttrak, Daftar Isi. Bagian isi terdiri dari 6 bab, pada tiap bab terdafat sub-sub yaitu;
BAB. I Pendahuluan
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang kontek Penelitian, Tentang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, hifotesa penelitian,metodologi dan sistematika penelitian
BAB II Tinjuan Pustaka
Dalam bab ini akan dijelaskan kajian teori manajemen, Peningkatan Mutu Pendidikan , Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah (MPMBM), dan Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah.
BAB III Metode Penelitian
Dalam bab ini akan melaporkan hasil penelitian penyajian data yang penulis peroleh dari penelitianNahdlatul Watha Sepakat Tahun 2010/2011.
BAB IV Paparan data
Bab ini membahas penyajian Data, Uji Persyaratan Analisis data dan pengujian hipotisis tentang Madrasah dalam Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah (MPMBM) di Madrasah Aliah Nahdlatul Wathan Wakan Tahun  2010/2011.

BAB V Pembahasan Hasil Penelitian
Bab ini membahas tenteng Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah (MPMBM), mengetahui factor pendukung dan penghambat dalam Aktualisasi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrsah  di Madrasah Aliah Nahdlatul Wathan Wakan Tahun  2010/2011.
BAB V. Penutup
Dalam Bab ini akan penulis laporkan hasil penelitian, saran-saran dan kata penutup.   

Kata Manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu kata manus dan agree yang berarti malakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Managere diterjemahkan dalam bahasa inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda dengan management, dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan Manajemen. Akhirnya Manajemen diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Manajemen atau pengelolaan. (Husaini Usman, 2006 : 3)
Manajemen berasal dari bahasa inggris “management” yang berarti ketatalaksanaan, tatapimpinan, dan pengelolaan. Dari sini dapat diketahui bahwa Manajemen secara bahasa adalah proses atau usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan kata Manajemen ditinjau dari  segi terminology, para ahli dalam mengartikannya berbeda pendapat sesuai dengan latar belakang dan sudut pandang mereka masing-masing.
Mary Parker Follett mengartikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, ini mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui pengaturan orang-oranglain untuk menlaksanakan berbagai tugas yang mungkin diperlukan atau tidak melakukan tugas-tugas sendiri. (Muhammad Bukori, Dkk, 2005 : 1)
Menurut Drs. Malayu S.P Hasibuan (1990 : 3), mendefinisikan Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sedangkan menurut G.R. Terry dalam bukunya “principel management” mendefinisikan Manajemen merupakan suatu proses yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, mengerakkan dan mengendalikan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.  (Malayu S.P Hasibuan, 1990 :  3)
2.1.2.      Pandangan Islam Terhadap Manajemen
Merujuk pada dasar relegius, Islam pada dasarnya memberikan konsep dalam melakukan aktifitas yang berkaitan dengan manajmen pendidikan, sebagaimana dalm QS.Al-Insyirah (94): 1-7
óOs9r& ÷yuŽô³nS y7s9 x8uô|¹ ÇÊÈ   $uZ÷è|Êurur šZtã x8uøÍr ÇËÈ   üÏ%©!$# uÙs)Rr& x8tôgsß ÇÌÈ   $uZ÷èsùuur y7s9 x8tø.ÏŒ ÇÍÈ   ¨bÎ*sù yìtB ÎŽô£ãèø9$# #·Žô£ç ÇÎÈ   ¨bÎ) yìtB ÎŽô£ãèø9$# #ZŽô£ç ÇÏÈ   #sŒÎ*sù |Møîtsù ó=|ÁR$$sù ÇÐÈ  
Artinya :
  Bukankah kamu telah melanpangkan dadamu, dan kami telah menghilangkan dari   dadamu beban yang memberatkan punggungmu. Dan kami tinggalkan sebutan namamu, karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan).Maka kerjakanlah dengan sunggug-sungguh urusan yang lain. (Departemen Agama RI, AlQur’an dan tarjemah Bulan Bintang, Jakarta 1970, hal. 1-8)
Ayat diatas menjelaskan bahwa secara eksplisit dan implicit manajemen telah di atur dalam islam, demikian halnya dalam penyelesaian urusan menunjukan adanya proses pendidikan, bahwa disamping setiap urusan harus diselesaikan dengan terencana dan sereius.
Pandangan Islam terhadap manajemen, adalah segala sesuatu yang harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Rasulullah saw. Bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Tabrani.
إنّ الله يحبّ إذا عمل أحدكم العمل إتقنه ( رواه ألطبرانى)      \
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara Itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas)”. (HR Thabrani) ( Mahrum Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Mukhtarul Hadits Wa Al Hukmu Al Muhammadiyah, Surabaya, Daar An-Nasyr-Misriyah, tt, hal.34)
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara-cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai Allah swt. Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.

Demikian pula dalam hadits riwayat Imam Muslimin dari Abi Ya’la, Rasulullah bersabda,
ا ن الله كتب الا حسا ن علي كل شيئ ( رواه المسلم)

Artinya :
“Sesungguhnya Allah SWT. mewajibkan kepada kita untuk berlaku Ihsan dalam segala sesuatu”. (HR. Muslim) (Yahya Ibnu Syafiuddin An-Nawawi, Hadits Arbain, hal.17)
Kata Ihsan bermakna melakukan sesuatu secara maksimal dan optimal. Tidak boleh seorang muslim melakukan sesuatu tanpa perencanaan, tanpa adanya pemikiran, dan tanpa adanya penelitian, kecuali sesuatu yang sifatnya emergency. Akan tetapi, pada umumnya dari hal yang kecil hingga yang besar, harus dilakukan secara ihsan, secara optimal, secara baik, benar, dan tuntas. (Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya : Elkaf, 2006, hal. 2)
2.1.3.      Manajemen Pendidikan
Istilah Manajemen memiliki banyak arti, tergantung pada orang yang mengartikannya. Istilah manajemen madrasah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi madrasah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan lebih luas dari pada Manajemen (Manajemen merupakan inti dari administrasi); kedua, melihat Manajemen lebih luas dari pada administrasi dan ketiga, pandagan yang menggangap bahwa Manajemen identik dengan administrasi.  Berdasarkan   fungsi pokoknya istilah Manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama. Karena itu, perbedaan kedua istilah tersebut tidak konsisten dan tidak signifikan. (E. Mulyasa, 2004 : 19)
Gaffar (1989 : 19-20) mengemukakan bahwa Manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang.
Menurut  E. Mulyasa (2004 : 7) Manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Proses pengendalian kegiatan tersebut mencakup perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), Pemimpinan (Leading) dan pengawasan (controlling), sebagai suatu proses untuk menjadikan visi menjadi aksi.
Manajemen pendidikan adalah sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara. (Husaini Usman, 2006 : 7)
Dapat juga diartikan Manajemen pendidikan juga merupakan rangkaian kegiatan bersama atau keseluruhan proses pengendalian usaha atas kerjasama sekelompok orang dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara berencana dan sistematis, yang diselenggarakan pada suatu lingkungan tertentu.
Manajemen pendidikan pada hakekatnya menyangkut tujuan pendidikan, manusia yang melakukan kerjasama, proses sistemik dan sistematik, serta sumber-sumber yang didayagunakan. (E. Mulyasa, 2004 : 9)
Sedangkan menurut Prof. Dr. Made Pidarta ( 2002 : 3 ), Manajemen ialah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan (Johnson, 1973 : 15) Yang dimaksud sumber disini ialah mencakup orang-orang, alat-alat media, bahan-bahan, uang dan sarana. Semuanya diarahkan dan dikoordinasi agar terpusat dalam rangka menyelesaikan tujuan.
Sedangkan dalam pedidikan diartikan Manajemen sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetukan sebelumnya. (Made Pidarta 2004 : 4)
Dari beberapa definisi di atas mengandung beberapa pokok pikiran yang dapat kita ambil yaitu:
1.    Seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
2.     Adanya suatu tujuan yang telah ditetapkan
3.     Proses kerja sama yang sistematik dan sistemik
Sebagai suatu tujuan yang telah ditetapkan tentunya Manajemen mempunyai suatu langkah-langkan yang sistemik dan sistematik dalam mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai. Dalam arti yang lebih luas Manajemen juga bisa disebut sebagai pengelolaan sumber-sumber guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, karenanya Manajemen ini memegang peranan yang sangat urgen dalam dunia pendidikan
Tujuan Manajemen pendidikan erat sekali dengan tujuan pendidikan secara umum, karena Manajemen pendidikan pada hakekatnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal. Apabila dikaitkan dengan pengertian manajemen pendidikan pada hakekatnya merupakan alat mencapai tujuan.
Adapun tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mengembangkannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 : 7 )
Tujuan pokok memperlajari Manajemen pendidikan adalah untuk memperoleh cara, tehnik, metode yang sebaik-baiknya dilakukan, sehingga sumber-sumber yang sangat terbatas seperti tenaga, dana, fasilitas, material maupun sepiritual guna mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien
Menurut shrode dan voich (1974)  tujuan  utama Manajemen pendidikan  adalah  produktifitas    dan  kepuasan. Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal bahkan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan/lulusannya,  keuntungan/profit  yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja pembangunan daerah/nasional, tanggung jawab sosial. Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi, seperti kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman. (Nanang Fattah, 2004: 15)
Berdasarkan pengertian teknis produktivitas dapat diukur dengan dua standar utama, yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Secara fisik, produktivitas diukur diukur secara kuantitatif seperti banyaknya keluaran (panjang, berat, lamanya waktu, jumlah). Sedangkan berdasarkan nilai, produktivitas diukur atas dasar-dasar nilai-nilai kemampuan, sikap, prilaku, disiplin, motivasi, dan komitmen terhadap pekerjaan/tugas. (Nanang Fattah 2004: 15)
Secara rinci tujuan manajemen pendidikan antara lain:
1.         Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif,     inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM)
2.          Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
3.          Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien
4.         Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan
5.         Teratasinya masalah mutu pendidikan. (Husaini Usman, 2006 : 8)

Dalam proses Manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer/pemimpin, yaitu perencanaan (planning), perngorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan pengawawan (controlling). (Husaini Usman, 2006 : 8)
Perencanaan ialah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Perencanaan menurut bintoro tjokroaminoto ialah proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Prajudi atmosurodirdjo, mendefinisikan perencanaan ialah perhitungan dan penentuan tentang sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang melakukan, bilamana, dimana, dan bagaimana cara melakukannya.
SP. Siagian mengartikan perencanaan sebagai keseluruhan proses permikiran dan penentuan secara matang menyangkut hal-hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Y. Dior berpendapat bahwa yang disebut perencanaan ialah suatu proses penyiapan seperangkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang, yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.( Husaini Usman, 2006 : 48)
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut perencanaan ialah kegiatan yang akan dilaksanakan dimasa yang akan datang untuk mencapai tujuan. Dari sini perencanaan mengandung unsur-unsur yaitu (1) sejumlah kegiatan yang ditetapkan sebelumnya, (2) adanya proses (3) hasil yang ingin dicapai dan (4) menyangkut masa depan dalam waktu tertentu
Perencanaan tidak dapat dilepaskan dari unsur pelaksanaan dan pengawasan termasuk pemantauan, penilaian, dan pelaporan. Pengawasan-pengawasan dalam perencanaan dapat dilakukan secara preventif dan represif. Pengawasan preventif merupakan pengawasan yang melekat dengan perencanaanya, sedangkan pengawasan represif merupakan pengawasan fungsional atas pelaksanaan rencana, baik yang dilakukan secara internal maupun secara eksternal oleh aparat pengawasan yang ditugasi. (Husaini Usman, 2006 : 49)
Dengan demikian perencanaan pendidikan adalah keputusan yang diambil untuk melakukan tindakan selama waktu tertentu (sesuai dengan jangka waktu perencanaan) agar penyelenggaraan sistem pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien, serta menghasilkan lulusan yang lebih bermutu, dan relevan dengan kebutuhan pembangunan. (Nanang Fattah, 2004 : 50)
Kata organisasi berasal dari bahasa latin, organum yang berarti alat, bagian, anggotan badan.
Mooney, seorang eksekutif general motors dalam bukunya the principle of organization (1947) mendefinisikan organisasi sebagai kelompok sua orang atau lebih yang bergabung untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk merancang organisasi perlu memperhatikan empat prinsip yaitu, koordinasi, scalar, fungsional dan staff.
Pengorganisasian menurut Handoko ( 2003 ) ialah (1) penentuan daya dan kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi; (2) proses perencanaan dan pengembagan suatu organisasi yang akan dapat membawa hal-hal tersebut kearah tujuan; (3) penugasan tanggung jawab tertentu; (4) pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Ditambahkan pula oleh handoko ( 2003 ) pengorganisasian ialah pengaturan kerja bersama sumber daya keuangan, fisik, dan manusia dalam organisasi. Pengorganisasian merupakan penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya. (Husaini Usman, 2006 : 127-128)
Meskipun para ahli Manajemen memberikan definisi berbeda-beda tentang organisasi, namun intisarinya sama yaitu bahwa organisasi merupakan proses kerja sama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif termasuk organisasi pendidikan.
Sedangkan unsur-unsur dasar yang membentuk suatu organisasi adalah
 1. Adanya tujuan bersama yang telah ditetapkan
 2. Adanya dua orang atau lebih/perserikatan masyarakat
3.  Adanya pembagian tugas-tugas yang diatur dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab
Ada kehendak untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan secara individu tujuan tidak dapat dicapai. (Muhammad Bukori, Dkk, 2005 : 50)
Kepemimpinan merupakan perilaku untuk mempengaruhi individu atau kelompok untuk melakukan sesuatu dalam rangka tercapainya tujuan organisasi. Secara lebih sederhana dibedakan antara kepemimpinan dan Manajemen, yaitu pemimpin mengerjakan sesuatu yang benar (people who do think right), sedangkan menejer mengerjakan sesuatu dengan benar (people do right think). Landasan inlah  yang menjadi acuan mendasar untuk melihat peran pemimpin dalam suatu organiasi. (Rusmianto,2003 : 15.)
Pemimpin adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan. (Husaini Usman, 2006 : 250)
Pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Menurut Stoner (1988), semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif.
Sedangkan   Gerungan   menyatakan     bahwa   setiap   pemimpin, sekurang-kurangnya   memiliki   tiga  ciri,   yaitu  (1) penglihatan sosial, (2) kecakapan berfikir, (3) keseimbangan emosi. Sedangkan menurut J. Slikboer, pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat (1) dalam bidang intelektual, (2) berkaitan dengan watak, (3) berhubungan dengan tugasnya sebagai pemimpin. Ciri-ciri lain yang berbeda dikemukakan oleh ruslan abdul ghani (1985) bahwa pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal (1) menggunakan pikiran, (2) rohani dan jasmani. (Nanang Fattah, 2004 : 88-87)
Pengawasan merupakan aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan dapat terlaksana sesuai sesuai dengan rencana atau tujuan yang telah ditetapkan. Denagan kata lain pengawasan adalah mengadakan penilaian sekaligus koreksi sehingga apa yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan benar.
Menurut Mudrick pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan bagaimanapun rumit dan luasnya suatu organisasi. Proses dasarnya terdiri dari tiga tahap (1) menentukan standar pelaksanaan, (2) pengukuran pelaksanaan pekerjaan dibandingkan dengan standar dan (3) menentukan kesenjangan (deviasi) antara pelaksaan dengan standar dan recana. (Nanang Fattah, 2004 : 101)
Dalam proses pengawasan setidaknya ada tiga fase yang harus ada dilalui dalam pengawasan ini, yaitu  (1) pemimpin harus menentukan atau menetapkan standar, (2) evaluasi dan (3) corrective action, yakni mengadakan tindakan perbaikan dengan maksud agar tujuan pengawasan itu dapat direalisir.
Sedangkan tujuan utama dari pengawan ini adalah mengusahkan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan atau dapat terealisir. (Muhammad Bukhori, Dkk, 2005 : 119-120)
Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (kepala madrasah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi madrasah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh madrasah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input.Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (tingkat madrasah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
Proses  dikatakan  bermutu  tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input madrasah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb.) dilakukan  secara  harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan  mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai  pengetahuan  yang   diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi  muatan  nurani  peserta  didik,  dihayati,  diamalkan  dalam  kehidupan  sehari-hari,  dan  yang  lebih  penting  lagi  peserta  didik  tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya). 
Output pendidikan adalah merupakan kinerja madrasah. Kinerja madrasah adalah prestasi madrasah yang dihasilkan dari proses/perilaku madrasah. Kinerja madrasah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output madrasah, dapat dijelaskan bahwa output madrasah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi madrasah, khususnya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, UAM, UAN, karya ilmiah, lomba akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan kejuruan, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu madrasah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. (Artikel Pendidikan, Konsep Dasar MPMBM, http: www.dikdasmen.depdiknas.go.id, : 7-8)
1.     Fokus pada pelanggan (peserta didik)
Dalam  dunia  pendidikan  focus  pada  pelanggan  ini merupakan  fokus pada  siswa,  karena  siswa merupakan obyek yang utama dan pertama dalam proses pendidikan, yang ini ini lebih dititik beratkan pada proses pendidikan dari pada hasil pendidikan, karenanya fokus pada siswa dalam proses belajar mengajar ini merupakan hal yang sangat urgen dalam mencapai mutu.
Pelanggan  disini  tidak  terfokus pada pelanggan internal saja akan tetapi juga pada pelanggan eksternal, yang mana keduanya sangat penting dalam membangun mutu dan kualitas pendidikan kita, kemudian yang termasuk pelanggan ekternal ini juga orang tua, pemerintah, institusi lembaga swasta (LSM), dan lembaga-lembaga lain yang mendukung terwujudnya mutu pendidikan yang unggul
2.          Perbaikan Proses
Konsep  perbaikan  terus  menerus  dibentuk  berdasarkan  pada  premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output seperti produk berupa barang dan jasa. Perhatian secara  terus  menerus  bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, sedangkan tujuan perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan puas.
3.       Keterlibatan total
Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua karyawan dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di pasar yang dimasuki. Guru dan karyawan pada semua tingkatan diberi wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan pelanggan. Pemasok juga dilibatkan dan dari waktu ke waktu menjadi mitra melalui kerjasama dengan para karyawan yang telah diberi wewenang/kuasa yang dapat menguntungkan. (Artikel Bulletin Pengawasan No 13&14 Tahun 1998, http: www.google.co.id)
Dr. Edward deming mengembangkan 14 prinsip yang mengambarkan apa yang dibutuhkan madrasah untuk mengembangkan budaya mutu. Hal ini didasarkan pada kegiatan yang dilakukan sekolah menengah kejuruan tehnik regional 3 di Lincoln, maine dan soundwell college di Bristol, inggris. Kedua sekolah tersebut dapat mencapai sasaran yang sidah digariskan dalam butir-butir tersebut mampu memperbaiki outcame siswa dan administratif. 14 prinsip itu adalah sebagai berikut:
1.      Menciptakan konsistensi tujuan, yaitu untuk memperbaiki layanan dan siswa dimaksudkan untuk menjadikan madrasah sebagai madrasah yang kompetitif dan berkelas dunia
2.      Mengadopsi filosofi mutu total, setiap orang harus mengikuti prinsip-prinsip mutu
3.      Mengurangi kebutuhan pengajuan, mengurangi kebutuhan pengajuan dan inspeksi yang berbasis produksi massal dilakukan dengan membangun mutu dalam layanan pendidikan. Memberikan lingkungan belajar yang menghasilkan kinerja siswa yang bermutu
4.      Menilai bisnis sekolah dengan cara baru, nilailah bisnis sekolah dengan meminimalkan biaya total pendidikan.
5.      Memperbaiki mutu dan produktivitas serta mengurangi biaya, memperbaiki mutu dan produktivitas sehingga mengurangi biaya, dengan mengembangkan proses “rencanakan/periksa/ubah”.
6.      Belajar sepanjang hayat, mutu diawali dan diakhiri dengan latihan. Bila anda mengharapkan orang mengubah cara berkerja mereka, anda mesti memberikan mereka perangkat yang diperlukan untuk mengubah proses kerja mereka.
7.      Kepemimpinan dalam pendidikan, merupakan tanggung jawab manajemen untuk memeberikan arahan. Para manajer dalam pendidikan mesti mengembangkan visi dan misi untuk wilayah. Visi dan misi harus diketahui dan didukung oleh para guru, orang tua dan komunitas
8.      Mengeliminasi rasa takut, ciptakan lingkungan yang akan mendorong orang untuk bebas bicara
9.      Mengelinimasi hambatan keberhasilan, manajemen bertanggung jawab untuk menghilangkan hambatan yang menghalangi orang mencapai keberhasilan dalam menjalankan keberhasilan
10.  Menciptakan budaya mutu, ciptakanlah budaya mutu yang mengembangkan tanggung jawab pada setiap orang
11.  Perbaikan proses, tidak ada proses yang pernah sempurna, karena itu carilah cara terbaik, proses terbaik, terapkan tanpa pandang bulu.
12.  Membantu siswa berhasil, hilangkan rintangan yang merampok hak siswa, guru atau administator untuk memiliki rasa bangga pada hasil karyanya
13.  Komitmen, manajemen mesti memiliki komitmen terhadap budaya mutu
14.  Tanggung jawab, berikan setiap orang disekolah untuk bekerja menyelesaikan transformasi mutu. (Jerome S. Arcaro, 2005 : 85-89)
Era globalisasi merupakan era persaingan mutu. Oleh karena itu lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi harus memperhatikan mutu pendidikan. Lembaga pendidikan berperan dalam kegiatan jasa pendidikan maupun pengembangan sumber daya manusia harus memiliki keunggulan-keunggulan yang diperioritaskan dalam lembaga pendidikan tersebut.
Transformasi menuju sekolah bermutu diawali dengan mengadopsi dedikasi bersama terhadap mutu oleh dewan madrasah, administrator, staff, siswa, guru, dan komunitas. Proses diawali dengan mengembangkan visi dan misi mutu untuk wilayah dan setiap madrasah serta departemen dalam wilayah tersebut
Visi mutu difokuskan pada lima hal yaitu:
a.       Pemenuhan kebutuhan konsumen
Dalam  sebuah  madrasah  yang bermutu, setiap orang menjadi kostumer dan sebagai pemasok sekaligus. Secara  khusus  kustumer  madrasah   adalah siswa dan keluarganya, merekalah yang akan memetik manfaat dari hasil proses sebuah lembaga pendidikan (madrasah). Sedangkan  dalam  kajian umum kostumer madrasah itu ada dua, yaitu kostumer internal  meliputi orang tua, siswa, guru, administrator, staff dan dewan madrasah yang berada dalam system pendidikan. Dan kontumer eksternal yaitu,


masyarakat, perusahaan, keluarga, militer, dan perguruan tinggi yang berada di luar organisasi namun memanfaatkan out put dari proses pendidikan
b.      Keterlibatan total komunitas dalam program
Setiap orang juga harus terlibat dan berpartisipasi dalam rangka menuju kearah transformasi mutu. Mutu bukan hanya tanggung jawab dewan madrasah atau pengawas, akan tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak
c.       Pengukuran nilai tambah pendidikan
Pengukuran ini justru yang seringkali gagal dilakukan dimadrasah. Secara tradisional ukuran mutu atas madrasah adalah prestasi siswa, dan ukuran dasarnya adalah ujian. Bilamana hasil ujian bertambah baik, maka mutu pendidikan pun membaik
d.      Memandang pendidikan sebagai suatu sistem
Pendidikan mesti dipangan sebagai suatu sistem, ini merupakan konsep yang  amat  sulit  dipahami oleh para professional pendidikan. Hanya dengan  memandang  pendidikan  sebagai sebuah sistem maka para professor  pendidikan  dapat mengeliminasi pemborosan dari pendidikan dan dapat memperbaiki mutu setiap proses pendidikan
e.       Perbaikan berkelanjutan dengan selalu berupaya keras membuat output pendidikan menjadi lebih baik.
Mutu adalah segala sesuatu   yang   dapat   diperbaiki. Menurut  filosofi  Manajemen lama “kalau belum rusak jangan diperbaiki”.Mutu didasarkan  pada  konsep  bahwa  setiap  proses  dapat   diperbaiki dan tidak ada proses yang sempurna. Menurut filosofi Manajemen yang baru “bila tidak rusak perbaikilah, karena bila tidak dilakukan anda maka orang lain yang akan melakukan”. Inilah konsep perbaikan berkelanjutan. (Jerome S.arcaro, 2005 : 11-14)
Semenjak diberlakukannya UU no 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU no 25 tentang perimbangan keuagan anatara pemerintah pusat dan daerah, dan derivisi menjadi UU no 32 dan 33 tahun 2004, maka berkenaan dengan otonomi daerah yang awalnya sentralisasi menjadi desentralisasi dan madrasah diberi kewenangan untuk mengatur dan melaksanakan pendidikan sesuai dengan visi, misi dan tujuan madrasah tersebut berada dengan mengacu undang-undang yang telah ada.
Disebutkan pula dalam UU sisdiknas tahun 2003 pasal 50 ayat 5 yang berbunyi “pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal”. Dan juga disebutkan dalam pasal 51 ayat 1 yang berbunyi “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah, dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. (UU SPN No. 20  Tahun 2003,)
Sedangkan MPMBM dapat didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada madrasah, memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada madrasah  untuk mengelola sumberdaya madrasah, dan mendorong madrasah  meningkatkan partisipasi warga madrasah  dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu madrasah  atau untuk mencapai tujuan mutu madrasah  dalam kerangka pendidikan nasional. Karena itu, esensi MPMBM=otonomi madrasah+ fleksibilitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu madrasah .
Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan/kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan merdeka/tidak tergantung.  Kemandirian  dalam  program dan pendanaan merupakan tolok ukur utama kemandirian madrasah . Pada gilirannya, kemandirian yang berlangsung secara terus menerus akan menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan madrasah  (sustainabilitas). Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”, misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, dan swalayan.
Jadi  otonomi  madrasah  adalah kewenangan madrasah  untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga madrasah  menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga madrasah  sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumberdaya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan madrasah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
Fleksibilitas dapat diartikan sebagai keluwesan-keluwesan yang diberikan kepada madrasah untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya madrasah seoptimal mungkin untuk meningkatkan mutu Madrasah. Dengan keluwesan-keluwesan yang lebih besar diberikan kepada madrasah, maka madrasah  akan lebih lincah dan tidak harus menunggu arahan dari atasannya untuk mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdayanya. Dengan cara ini, madrasah  akan lebih responsif dan lebih cepat dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi. Namun demikian, keluwesan-keluwesan yang dimaksud harus tetap dalam koridor kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada.
Peningkatan  partisipasi  yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang  terbuka dan demokratik, dimana warga madrasah  (guru, siswa, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, usahawan, dsb.) didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan (berpartisipasi) dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai “rasa memiliki” terhadap madrasah, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan madrasah. Singkatnya makin besar tingkat partisipasi, makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga madrasah dalam penyelenggaraan Madrasah harus mempertimbangkan keahlian, batas kewenangan, dan relevansinya  dengan  tujuan partisipasi. Peningkatan partisipasi warga madrasah dan masyarakat dalam penyelenggaraan Madrasah akan mampu menciptakan keterbukaan, kerjasama yang kuat, akuntabilitas, dan demokrasi pendidikan.
Keterbukaan yang dimaksud adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriyah  kebersamaan/kolektif untuk meningkatkan mutu madrasah. Kerjasama madrasah  yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga madrasah  yang erat, hubungan madrasah  dan masyarakat erat, dan adanya kesadaran  bersama bahwa output madrasah  merupakan hasil kolektif teamwork yang kuat dan cerdas.
Akuntabilitas madrasah adalah pertanggung jawaban madrasah  kepada warga madrasahnya, masyarakat dan pemerintah melalui pelaporan dan pertemuan  yang dilakukan secara terbuka. Sedang demokrasi pendidikan adalah kebebasan yang terlembagakan melalui musyawarah dan mufakat dengan menghargai perbedaan, hak asasi manusia serta kewajibannya dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan pengertian di atas, maka madrasah  memiliki kewenangan (kemandirian) lebih besar dalam mengelola madrasahnya (menetapkan sasaran peningkatan  mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumberdaya madrasah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan madrasah. Dengan kepemilikan ketiga hal ini, maka madrasah  akan merupakan unit utama pengelolaan proses pendidikan, sedang unit-unit diatasnya (Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi, dan Departemen  Pendidikan Nasional) akan merupakan unit pendukung dan pelayan Madrasah, khususnya dalam pengelolaan peningkatan mutu.
Madrasah  yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1).     Tingkat kemandirian tinggi/tingkat ketergantungan rendah
2).     Bersifat adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dan sebagainya)
3).     Bertanggungjawab terhadap kinerja madrasah
4).     Memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya
5).     Memiliki control yang kuat terhadap kondisi kerja
6).     Komitmen yang tinggi pada dirinya dan
7).     Prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. (Artikel pendidikan, konsep dasar MPMBM, www.dikdasmen.depdiknas.go.id, : 10-13)


Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah (MPMBM) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi  lebih  besar kepada madrasah, memberikan fleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada madrasah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga  madrasah   (guru, siswa, kepala madrasah , karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu madrasah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku
Dengan  otonomi yang lebih besar, maka madrasah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola madrasahnya, sehingga madrasah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, madrasah lebih berdaya dalam mengembangkan program-program yang, tentu saja, lebih sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya. Dengan fleksibilitas/keluwesan-keluwesannya, madrasah akan lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya madrasah secara optimal.
Demikian juga, dengan partisipasi/pelibatan warga madrasah  dan masyarakat secara langsung dalam penyelenggaraan madrasah, maka rasa memiliki mereka terhadap madrasah  dapat ditingkatkan. Peningkatan rasa memiliki ini akan menyebabkan peningkatan rasa tanggungjawab, dan peningkatan rasa tanggungjawab akan meningkatan dedikasi warga madrasah  dan masyarakat terhadap madrasah. Inilah esensi partisipasi warga madrasah dan masyarakat dalam pendidikan. Baik peningkatan otonomi madrasah, fleksibilitas pengelolaan sumberdaya madrasah maupun partisipasi warga madrasah dan masyarakat dalam penyelenggaraan madrasah tersebut kesemuanya ditujukan untuk meningkatkan mutu madrasah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Artikel Pendidikan, www.dikdasmen.depdiknas.go.id, hal 3)
Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah adalah;
a.       komitmen, kepala madrasah dan warga warga madrasah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menyelenggarakan semua warga madrasah
b.      kesiapan, semua warga madrasah harus siap fisik dan mental
c.       keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik  anak
d.      kelembagaan, madrasah sebagai lembaga adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif
e.       keputusan, segala keputusan madrasah dibuat oleh pihak yang benar-benar mengerti tentang pendidikan
f.       kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum
g.      kemandirian,  madrasah harus diberi otonom sehingga memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana
h.      ketahanan, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stakeholders,madrasah
MPMBM  bertujuan  untuk memandirikan atau memberdayakan madrasah  melalui  pemberian kewenangan (otonomi) kepada madrasah, pemberian  fleksibilitas  yang lebih besar kepada madrasah  untuk mengelola sumberdaya  madrasah, dan mendorong partisipasi warga madrasah  dan masyarakat  untuk  meningkatkan mutu pendidikan. Lebih rincinya, MPMBM bertujuan untuk:
1.      meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, dan inisiatif madrasah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia;
2.      meningkatkan kepedulian warga madrasah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3.      meningkatkan tanggungjawab madrasah  kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu madrasah nya; dan
4.      meningkatkan kompetisi yang sehat antar madrasah  tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. (Artikel Pendidikan, : 4)
MPMBM memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh madrasah  yang akan menerapkannya. Dengan kata lain, jika madrasah  ingin sukses dalam  menerapkan  MPMBM, maka sejumlah karakteristik MPMBM berikut perlu dimiliki. Berbicara karakteristik MPMBM tidak dapat dipisahkan  dengan karakteristik madrasah  efektif. Jika MPMBM merupakan wadah/kerangkanya, maka madrasah  efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik MPMBM berikut memuat secara inklusif elemen-elemen  madrasah  efektif, yang  dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Dalam menguraikan karakteristik MPMBM, pendekatan sistem yaitu input-proses-output digunakan untuk memandunya. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa madrasah  merupakan sebuah sistem, sehingga penguraian karakteristik MPMBM (yang juga karakteristik madrasah  efektif)  mendasarkan  pada input, proses, dan output. Selanjutnya, uraian berikut dimulai dari output dan diakhiri input, mengingat output memiliki tingkat kepentingan tertinggi, sedang proses memiliki tingkat kepentingan satu tingkat lebih rendah dari output, dan input memiliki tingkat kepentingan dua tingkat lebih rendah dari output.
Madrasah   harus  memiliki  output yang diharapkan. Output madrasah adalah prestasi madrasah  yang dihasilkan oleh proses pembelajaran  dan  manajemen di madrasah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa prestasi akademik (academic achievement) dan output berupa prestasi non-akademik (non-academic achievement). Output prestasi akademik misalnya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika),  cara-cara  berpikir  (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional,  induktif,  deduktif, dan ilmiah). Output non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan, prestasi olahraga, kesenian, dan kepramukaan.
Madrasah  yang efektif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
a.       Proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi
Madrasah  yang menerapkan MPMBM memiliki efektivitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat PBM  yang  menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekadar memorisasi dan recall, bukan sekadar penekanan pada penguasaan  pengetahuan  tentang  apa yang diajarkan (logos), akan tetapi lebih menekankan pada internalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati (ethos)  serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
b.      Kepemimpinan madrasah  yang kuat
Pada madrasah  yang menerapkan MPMBM, kepala madrasah  memiliki  peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan  kepala  madrasah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong madrasah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran madrasahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala madrasah  dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu madrasah. Secara umum, kepala madrasah  tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya madrasah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan madrasah.
c.       Lingkungan madrasah  yang aman dan tertib
Madrasah   memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman  sehingga  proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan  nyaman  (enjoyable learning). Karena itu, madrasah  yang efektif selalu menciptakan iklim madrasah yang aman, nyaman, tertib melalui pengupayaan  faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut.  Dalam  hal  ini, peranan kepala madrasah  sangat penting sekali.
d.      Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif
Tenaga  kependidikan,  terutama guru, merupakan jiwa dari madrasah. Madrasah  hanyalah merupakan wadah. madrasah  yang menerapkan MPMBM menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai  pada  imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala madrasah.
Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terus-menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya, tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MPMBM adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.
e.       Madrasah  memiliki budaya mutu
Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga madrasah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (punishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjasama; (e) warga madrasah  merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga madrasah  merasa memiliki Madrasah .
f.       Madrasah  Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Kebersamaan  (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut oleh MPMBM, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga Madrasah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam madrasah, antar individu dalam madrasah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga madrasah .
g.      Madrasah  memiliki kewenangan (kemandirian)
Madrasah  memiliki  kewenangan  untuk melakukan yang terbaik bagi madrasahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, Madrasah  harus memiliki sumberdaya yang  cukup untuk menjalankan tugasnya.
h.      Partisipasi yang tinggi dari warga madrasah  dan masyarakat
Madrasah yang menerapkan MPMBM memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga madrasah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab; dan makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
i.        Madrasah  memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan madrasah  merupakan karakteristik madrasah yang menerapkan MPMBM. Keterbukaan/ transparansi  ini  ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
j.        Madrasah   memiliki  kemauan  untuk  berubah (psikologis dan pisik)
Perubahan  harus  merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga madrasah . Sebaliknya, kemapanan  merupakan  musuh  madrasah. Tentu  saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap yang dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
k.      Madrasah  melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat  daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di madrasah . Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan  mutu peserta didik dan mutu madrasah  secara keseluruhan dan secara terus menerus.
Perbaikan secara terus-menerus harus merupakan kebiasaan warga madrasah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud  harus  mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses dan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.
l.        Madrasah  responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan
Madrasah  selalu tanggap/responsif  terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, madrasah  selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, Madrasah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/  tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi.
m.    Memiliki Komunikasi yang Baik
Madrasah  yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik, terutama  antar warga madrasah, dan juga madrasah-masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga madrasah  dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan m adrasah  dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran madrasah  yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai kegiatan madrasah  dapat dilakukan secara merata oleh warga madrasah
n.      Madrasah  memiliki akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan madrasah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan  laporan  hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MPMBM telah mencapai tujuan yang dikendaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada  madrasah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat.
Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja madrasah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orangtua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggung jawaban dan penjelasan madrasah  atas kegagalan program MPMBM yang telah dilakukan.
o.      Madrasah  memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas
Madrasah  yang efektif juga memiliki kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik alam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya. Sustainabilitas pendanaan dapat ditunjukkan oleh kemampuan madrasah  dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. madrasah  memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi madrasah-madrasah  negeri.
a.       Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas
Secara formal, madrasah  menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran madrasah  yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala madrasah . Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga madrasah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga madrasah.
b.      Sumberdaya tersedia dan siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya  proses pendidikan di madrasah . Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di madrasah  tidak akan berlangsung secara memadai, dan pada gilirannya sasaran madrasah  tidak akan tercapai. Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi perwujudan sasaran madrasah, tanpa campur tangan sumberdaya manusia. 
Secara umum,  madrasah   yang menerapkan MPMBM harus memiliki  tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Artinya, segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dan dalam  keadaan  siap. Ini bukan berarti bahwa sumberdaya yang ada harus mahal, akan tetapi madrasah yang bersangkutan dapat memanfaatkan keberadaan sumberdaya yang ada dilingkungan madrasahnya. Karena itu, diperlukan kepala madrasah  yang mampu memobilisasi sumberdaya yang ada disekitarnya.
c.       Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi
Meskipun pada butir (b) telah disinggung tentang ketersediaan dan kesiapan sumberdaya manusia (staf), namun pada butir ini perlu ditekankan lagi karena staf merupakan jiwa madrasah. Madrasah  yang efektif pada umumnya memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap madrasahnya. Implikasinya jelas, yaitu, bagi madrasah  yang ingin  efektivitasnya tinggi, maka  kepemilikan  staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan keharusan.
d.      Memiliki harapan prestasi yang tinggi
Madrasah  yang menerapkan MPMBM mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan madrasahnya. Kepala madrasah  memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk  meningkatkan mutu madrasah  secara optimal. Guru memiliki  komitmen  dan  harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat  mencapai  tingkat prestasi yang maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada di madrasah.
Sedang peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Harapan tinggi dari ketiga unsur madrasah  ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan madrasah  selalu dinamis untuk selalu menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
e.       Fokus pada pelanggan (khususnya siswa)
Pelanggan, terutama siswa, harus merupakan fokus dari semua kegiatan madrasah. Artinya, semua input dan proses yang dikerahkan di madrasah  tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta  didik. Konsekuensi  logis dari ini semua adalah bahwa penyiapan input dan proses belajar mengajar harus benar-benar mewujudkan  sosok  utuh mutu dan kepuasan yang diharapkan dari siswa.
f.       Input manajemen
Madrasah  yang  menerapkan  MPMBM  memiliki  input  manajemen yang memadai untuk menjalankan roda madrasah . Kepala madrasah  dalam mengatur dan mengurus madrasahnya menggunakan sejumlah input manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu  kepala  madrasah  mengelola madrasah dengan  efektif. Input manajemen  yang dimaksud meliputi: tugas  yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana,  ketentuan-ketentuan   (aturan main)  yang  jelas sebagai panutan bagi warga madrasah nya untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien untuk meyakinkan agar sasaran  yang  telah disepakati dapat dicapai. (Artikel pendidikan,  : 13-21)
Pada dasarnya esensi konsep MPMBM adalah peingkatan  otonomi madrasah plus pengambilan keputusan secara partisipatif. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa pelaksanaan MPMBM sudah sepantasnya menerapkan pendekatan “idiograpik” (membolehkan adanya keberbagaian cara melaksanakan MPMBM) dan bukan lagi menggunakan pendekatan “nomotetik” (cara melaksanakan MPMBM yang  cenderung seragam/ konformitas untuk semua madrasah). Oleh karena itu, dalam arti yang sebenarnya, tidak ada satu resep pelaksanaan MPMBM yang sama untuk diberlakukan ke semua madrasah. Tetapi satu hal yang perlu diperhatikan bahwa mengubah pendekatan manajemen peningkatan mutu berbasis pusat menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah bukanlah merupakan proses sekali jadi dan bagus hasilnya (one-shot and quick-fix), akan tetapi merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus dan melibatkan semua pihak yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pendidikan.
Adapun tahapan-tahapan dalam pelaksanaan Manajemen peningkatan mutu berbasis madrasah ini adalah sebagai berikut:
Madrasah merupakan sistem yang terdiri dari unsur-unsur dan karenanya hasil kegiatan pendidikan di madrasah merupakan hasil kolektif dari semua unsur madrasah. Dengan cara berpikir semacam ini, maka semua unsur madrasah  harus memahami konsep MPMBM “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” MPMBM diselenggarakan. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan oleh madrasah adalah mensosialiasikan konsep MPMBM kepada setiap unsur madrasah (guru, siswa, wakil kepala madrasah, guru BK, karyawan, orangtua siswa, pengawas, pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, pejabat Dinas Pendidikan Propinsi, dsb.) melalui berbagai mekanisme, misalnya seminar, lokakarya, diskusi, rapat kerja, simposium, forum ilmiah, dan media masa.
 Dalam melakukan sosialisasi MPMBM, yang penting dilakukan oleh kepala madrasah adalah “membaca” dan “membentuk” budaya MPMBM di madrasah masing-masing.
a.       Visi
Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh madrasah, agar madrasah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya. Dengan kata lain, visi madrasah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat.
b.      Misi
Misi  adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Karena visi harus mengakomodasi semua kelompok kepentingan yang terkait dengan madrasah, maka misi dapat juga diartikan sebagai tindakan untuk memenuhi kepentingan masing-masing kelompok yang terkait dengan madrasah. Dalam merumuskan misi, harus mempertimbangkan tugas pokok madrasah dan kelompok-kelompok kepentingan  yang terkait dengan madrasah. Dengan kata lain, misi adalah bentukv layanan untuk memenuhi tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya.
c.       Tujuan
Tujuan  merupakan “apa” yang akan dicapai/dihasilkan oleh madrasah yang bersangkutan dan “kapan” tujuan akan dicapai. Jika visi dan misi terkait dengan jangka waktu yang panjang, maka tujuan dikaitkan dengan jangka waktu 3-5 tahun.  Dengan demikian tujuan pada dasarnya  merupakan  tahapan  wujud  madrasah  menuju  visi  yang telah dicanangkan.
Setelah tujuan madrasah (tujuan jangka menengah) dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan sasaran/target/tujuan situasional/tujuan jangka pendek. Sasaran adalah penjabaran tujuan, yaitu sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh madrasah dalam jangka waktu lebih singkat dibandingkan tujuan madrasah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan, baik peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi (bisa salah satu atau kombinasi).
Agar  sasaran dapat dicapai dengan efektif, maka sasaran harus dibuat spesifik, terukur, jelas kriterianya, dan disertai indikator-indikator yang rinci. Meskipun sasaran bersumber dari tujuan, namun dalam penentuan  sasaran  yang  mana  dan  berapa  besar kecilnya sasaran, tetap harus didasarkan atas tantangan nyata yang dihadapi oleh madrasah.
Pada umumnya, tantangan madrasah bersumber dari output madrasah yang dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu kualitas, produktivitas, efektivitas, dan efisiensi.
Kualitas  adalah  gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang  ditentukan  atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output madrasah yang bersifat akademik misal: NEM dan non-akademik misal: olah raga dan kesenian. 
Produktivitas adalah perbandingan antara output madrasah dibanding input madrasah. Baik output maupun input madrasah adalah dalam bentuk kuantitas.  Kuantitas input madrasah, misalnya jumlah guru, modal madrasah, bahan, dan energi. Kuantitas output madrasah, misalnya jumlah siswa yang lulus madrasah setiap tahunnya.
Efektivitas  adalah  ukuran yang menyatakan sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan, efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi hasil yang diharapkan. Efisiensi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu efisiensi internal dan efisiensi eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara output madrasah (pencapaian prestasi belajar) dan input (sumberdaya) yang digunakan untuk memproses/menghasilkan output madrasah. Efisiensi eksternal  adalah hubungan antara biaya yang digunakan untuk menghasilkan tamatan dan keuntungan kumulatif (individual, sosial, ekonomik, dan non-ekonomik) yang didapat setelah pada kurun waktu yang panjang diluar madrasah.
Setelah sasaran dipilih, maka langkah berikutnya adalah mengidentifikasi fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya. Fungsi-fungsi yang dimaksud, misalnya, fungsi proses belajar mengajar beserta fungsi-fungsi pendukungnya yaitu fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik madrasah, fungsi hubungan madrasah-masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
Setelah fungsi-fungsi yang perlu dilibatkan untuk mencapai sasaran diidentifikasi,  maka  langkah berikutnya adalah menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya melalui analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) 
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi madrasah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Berhubung tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal maupun eksternal.
Tingkat kesiapan harus memadai, artinya, minimal memenuhi ukuran/kriteria kesiapan yang diperlukan untuk mencapai sasaran, yang dinyatakan sebagai: kekuatan, bagi faktor yang tergolong internal; peluang, bagi faktor yang tergolong eksternal. Sedang tingkat kesiapan yang kurang memadai, artinya tidak memenuhi ukuran kesiapan, dinyatakan bermakna: kelemahan, bagi faktor yang tergolong internal; dan ancaman, bagi faktor yang tergolong eksternal. Baik kelemahan maupun ancaman, sebagai faktor yang memiliki tingkat kesiapan kurang memadai, disebut persoalan.
Dari hasil analisis SWOT, maka langkah berikutnya adalah memilih langkah-langkah pemecahan persoalan (peniadaan) persoalan, yakni tindakan yang diperlukan untuk mengubah fungsi yang tidak siap menjadi fungsi yang siap. Selama masih ada persoalan, yang sama artinya dengan ada ketidaksiapan fungsi, maka sasaran yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, agar sasaran tercapai, perlu dilakukan tindakan-tindakan yang mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan fungsi. Tindakan yang dimaksud lazimnya disebut langkah-langkah pemecahan persoalan, yang hakekatnya merupakan tindakan mengatasi makna kelemahan dan/atau ancaman, agar menjadi kekuatan dan/atau peluang, yakni dengan memanfaatkan adanya satu/lebih faktor yang bermakna kekuatan dan atau peluang.
Berdasarkan langkah-langkah pemecahan persoalan tersebut, madrasah bersama-sama dengan semua unsur-unsurnya membuat rencana untuk jangka pendek, menengah, dan panjang, beserta program-programnya untuk merealisasikan rencana tersebut. Madrasah tidak selalu memiliki sumberdaya yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan bagi pelaksanaan MPMBM, sehingga perlu dibuat skala prioritas untuk jangka pendek, menengah, dan panjang.
Rencana yang dibuat harus menjelaskan secara detail dan lugas tentang: aspek-aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang harus melaksanakan, kapan dan dimana dilaksanakan, dan berapa biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini diperlukan untuk memudahkan madrasah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun dari orangtua siswa, baik dukungan pemikiran, moral, material maupun finansial untuk melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan tersebut. Rencana yang dimaksud harus juga memuat rencana anggaran biaya (rencana biaya) yang diperlukan untuk merealisasikan rencana madrasah.
Hal pokok yang perlu diperhatikan oleh madrasah dalam penyusunan rencana adalah keterbukaan kepada semua pihak yang menjadi stakeholder pendidikan, khususnya orangtua siswa dan masyarakat (BP3/Komite Madrasah) pada umumnya. Dengan cara demikian akan diperoleh kejelasan, berapa kemampuan madrasah dan pemerintah untuk menanggung biaya rencana ini, dan berapa sisanya yang harus ditanggung oleh orangtua peserta didik dan masyarakat sekitar. Dengan keterbukaan rencana ini, maka kemungkinan kesulitan memperoleh sumberdana untuk melaksanakan rencana ini bisa dihindari. Dengan kata lain, program adalah bentuk dokumen untuk menggambarkan langkah mewujudkan sinkronisasi dalam ketatalaksanaan.
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan yang telah disetujui bersama antara orangtua siswa, guru dan masyarakat, maka madrasah perlu mengambil langkah proaktif untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Kepala madrasah dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang tersedia semaksimal mungkin, menggunakan pengalaman-pengalaman masa lalu yang dianggap efektif, dan menggunakan teori-teori yang terbukti mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
Kepala madrasah dan guru bebas mengambil inisiatif dan kreatif dalam menjalankan program-program yang diproyeksikan dapat mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Karena itu, madrasah harus dapat membebaskan diri dari keterikatan-keterikatan birokratis yang biasanya banyak menghambat penyelenggaraan pendidikan.
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, madrasah hendaknya menerapkan konsep belajar tuntas (mastery learning). Konsep ini menekankan pentingnya siswa menguasai materi pelajaran secara utuh dan bertahap sebelum melanjutkan ke pembelajaran topik-topik yang lain. Dengan demikian siswa dapat menguasai suatu materi pelajaran secara tuntas sebagai prasyarat dan dasar yang kuat untuk mempelajari tahapan pelajaran berikutnya yang lebih luas dan mendalam.
Untuk menghindari berbagai penyimpangan, kepala madrasah perlu melakukan  supervisi dan monitoring terhadap kegiatan-kegiatan peningkatan mutu yang dilakukan di madrasah. Kepala madrasah sebagai manajer dan pemimpin pendidikan di madrasahnya berhak dan perlu memberikan arahan, bimbingan, dukungan, dan teguran kepada guru dan tenaga lainnya jika ada kegiatan yang tidak sesuai dengan jalur-jalur yang telah ditetapkan. Namun demikian, bimbingan dan arahan jangan sampai membuat guru dan tenaga lainnya menjadi amat terkekang dalam melaksanakan kegiatan, sehingga kegiatan tidak mencapai sasaran.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, madrasah perlu mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Evaluasi jangka pendek dilakukan setiap akhir catur wulan untuk  mengetahui keberhasilan program secara bertahap. Bilamana pada satu catur wulan dinilai adanya faktor-faktor yang tidak mendukung, maka madrasah harus dapat memperbaiki pelaksanaan program peningkatan mutu pada catur wulan berikutnya. Evaluasi jangka menengah dilakukan pada setiap akhir tahun, untuk mengetahui seberapa jauh program peningkatan mutu telah mencapai sasaran-sasaran mutu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan evaluasi ini akan diketahui kekuatan dan kelemahan program untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya.
Hasil evaluasi pelaksanaan MPMBM perlu dibuat laporan yang terdiri dari laporan teknis dan keuangan. Laporan teknis menyangkut program pelaksanaan dan hasil MPMBM, sedang laporan keuangan meliputi penggunaan uang serta pertanggungjawabannya. Jika madrasah melakukan upaya-upaya penambahan pendapatan (income generating activities), maka pendapatan tambahan tersebut harus juga dilaporkan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas), maka laporan harus dikirim kepada Pengawas, Dinas Pendidikan Kabupaten, Komite Madrasah, Orang Tua Siswa.
Hasil evaluasi berguna untuk dijadikan alat bagi perbaikan kinerja program yang akan datang. Namun yang tidak kalah pentingnya, hasil evaluasi merupakan masukan bagi madrasah dan orangtua peserta didik untuk merumuskan sasaran mutu baru untuk tahun yang akan datang. Jika dianggap berhasil, sasaran mutu dapat ditingkatkan sesuai dengan kemampuan sumberdaya yang tersedia. Jika tidak, bisa saja sasaran mutu tetap seperti sediakala, namun dilakukan perbaikan strategi dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Namun tidak tertutup kemungkinan, bahwa sasaran mutu diturunkan, karena dianggap terlalu berat atau tidak sepadan dengan sumber daya pendidikan yang ada (tenaga, sarana dan prasarana, dana) yang tersedia.
Setelah  sasaran  baru  ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam madrasah, sehingga dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Dengan informasi ini, maka  langkah-langkah  pemecahan persoalan segera dipilih untuk  mengatasi faktor-faktor yang mengandung persoalan. Setelah ini, rencana peningkatan mutu baru dapat dibuat.(Artikel Pendidikan, : 27-45)


0 komentar:

Posting Komentar